POROS MARITIM DUNIA (PMD) SEBAGAI KONSEP HEDGIN BANGSA INDONESIA

POROS MARITIM DUNIA (PMD) SEBAGAI KONSEP HEDGING BANGSA INDONESIA
Oleh : Siti Fatimah (1510631180141)


Poros Maritim Dunia yang dicanangkan Pemerintahan Presiden Jokowi merupakan visi strategis dalam konteks geopolitik Indonesia dengan tujuan (ends) menjadikan Indonesia sebagai kekuatan maritim yang besar dan disegani. Yaitu negara yang mampu memanfaatkan sektor maritimnya demi kepentingan nasional. Meski demikian, membangun Poros Maritim Dunia adalah proyek besar yang perlu dukungan semua elemen bangsa sehingga perlu turunan end di tingkat operasional pada satuan-satuan pelaksana pemerintah.
Geoffrey Till dalam bukunya Seapower menjelaskan bahwa dalam konteks seapower, kebijakan nasional merupakan asal dari kebijakan luar negeri, ekonomi, dan pertahanan yang akhirnya mengerucut pada kekuatan maritim suatu negara, baik sektor sipil maupun militer. Seiring dengan dinamika Hubungan Internasional, instrument ini bertambah yang mana informasi, hukum, keuangan, dan intelejen termasuk bagian dari alat kekuatan nasional. Kesemuanya ini digunakan untuk mencapai visi Poros Maritim Dunia, yang pada akhirnya ditujukan untuk pencapaian kepentingan nasional.
Dalam mencapai tujuan besar tersebut, Indonesia harus mampu memanfaatkan persaingan politik internasional dikawasan Indo-Pasifik dengan memilih opsi dengan konsep  Hedging  yaitu merangkul dua kekuatan besar yang saling bersaing sehingga dapat  mengambil keuntungan dari dua kekuatan besar tersebut yaitu Amerika Serikat dengan China bagi kepentingan nasional. Agenda pembangunan untuk mewujudkan Poros Maritim Dunia ini memiliki lima pilar yaitu budaya maritim, ekonomi maritim, konektivitas, diplomasi, dan keamanan maritim.

SINERGI POROS MARITIM DUNIA DAN JALUR SUTRA MARITIM ABAD KE-21
Sinergi Poros Maritim Dunia dan Jalur Sutra Maritim dilihat dari persamaan kepentingan China dan Indonesia yaitu Jalur Sutra Maritim China bukan merupakan alturisme (kebaikan hati untuk membantu negara-negara lain), namun dibuat untuk memenuhi kepentingan politik, ekonomi dan pertahanan China. Selain keuntungan memanfaatkan kekayaan Indonesia, China juga ingin meningkatkan pasar bagi produk-produknya yang didukung dengan kebijakan bebas bea (free trade area) antara China dengan negara-negara yang tergabung di blok ekonomi tersebut.
Keuntungan yang didapat Indonesia dari regionalism China salah satunya adalah kebutuhan Indonesia terhadap investasi di jalur perdagangan antar pulau Indonesia, yang sering disebut dengan konsep tol laut. Mengingat kondisi infrastuktur yang kurang memadai dan tingginya biaya logistic, menyebabkan produk Indonesia kalah bersaing di pasar internasional. Masalah transportasi juga berdampak pada ketidakseimbangan pembangunan, sehingga perlu bagi pemerintah untuk menata keseimbangan pembangunan infrastruktur maritime antara sektor barat, tengah, dan timur Indonesia. Sedangkan pembangunan infrastruktur di daerah yang lebih maju akan diarahkan melalui mekanisme B-2-B (business to business) yang menghendaki investor asing lebih dominan dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur didaerah yang lenih maju, seperti pembangunan sistem kereta cepat antara Jakarta dan Bandung.
Fakta yang harus disadari adalah selama ini infrastruktur kelautan Indonesia masih belum efektif dan efisien, maka potensi pariwisata Indonesia Timur yang begitu besar tetap tidak bisa dibangun secara optimal. Lalu lintas kapal pesiar yang mampu menyinggahi dan bermalam di objek-objek pariwisata seperti Bunaken, Raja-Ampat, Sangir-Talaud, Senggigi, hingga Madura masih sangat terbatas. Sehingga perlu pembangunan sentra pariwisata yang membutuhkan perencanaan yang komfrehensif yang melibatkan berbagai instansi. Sarana dan prasarana yang belum memadai dapat dijadikan objek investasi asing ke sentra pariwisata di Indonesia.
Tawaran kerja sama China melalui visi Jalur Sutra Maritim harus dapat menguntungkan Indonesia (bukan kepentingan kelompok), dimana pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa dipercepat melalui penguatan transportasi laut dan investasi didaerah-daerah tertinggal untuk menunjang tol laut tersebut. Sementara China memanfaatkan investasi asing untuk meningkatkan pembangunan ekonominya, menciptakan iklim pro-bisnis yang semakin memikat perusahaan asing untuk berinvestasi yang pada gilirannya memperkuat ekonomi domestiknya.
Namun semua tawaran kerja sama dari China perlu dipertimbangkan matang-matang akan dampaknya bagi posisi strategis maritime Indonesia. Terutama tentang ASEAN, Indonesia harus mengambil sikap tegas tentang permasalahan negara-negar ASEAN yang bersengketa dengan China. Leifer berpendapat bahwa perubahan kebijakan luar negeri Indonesia yang lebih membuka diri untuk kerja sama dengan China belum dapat menghilangkan luka sejarah atas perilaku ekspansionis China (di abad ke 13 dan 15) dan keterlibatan China dan komunisme di era Orde Lama. Kerja sama dengan China bersifat tidak jelas (uncentainty), sebagai wujud adanya ketakutan nasional. China dianggap sebagai negara revisionis (atas wilayah territorial) yang tidak dapat dipercaya dan suatu saat akan memanfatkan keuatan militermua dalam mencapai kepentingan nasionalnya. Sengketa Laut China Selatan adalah wujud dari perilaku ekspansionis china yang berpotensi untuk meledak menjadi konflik besar dan timbulnya konflik berskal regional di kawasan ASEAN.
Saat ini Indonesia memilih untuk menjadi non-claimant state di Laut China Selatan dan cenderung tidak ikut campur. Sikap ini seakan membiarkan api dalam sekam. Jika Indonesia terkesan tidak memperhatikan lepentingan negara-negara ASEAN, kerja keras Indonesia selama ini untuk membangun ASEAN akan sia-sia . ASEAN akan terpecah , dan kekuatan besar akan segera mendominasi politik di Asia Tenggara. Padahal inti kebijakan luar negeri ASEAN selama ini adalah bebas dari persaingan antara negara-negara adikuasa dan tempat bagi Indonesia untuk memproyeksi kekuasaannya. Perilaku China di Laut China Selatan ini berpotensi membuat peran ASEAN semakin tidak relevan, akibat ketergantungan negara-negara tetangga Indonesia kepada negara kuat di luar ASEAN (baca : Amerika Serikat dan China).
Itulah sebabnya, Indonesia harus kritis melihat sikap asertif China di Laut China Selatan mengingat posisi geografisnya yang unik, dan harus memiliki wawasan maritime dalam membuat kebijakan startegis agar Indonesia bisa tetap disegani dan terus berperan dalam menjaga perdamaian kawasan. Sehingga  perlu penguatan militer yang akan membuat upaya penyelesaian konflik kepentingan dengan negara lain dengan cara diplomasi akan semakin efektif.
Indonesia bisa memanfaatkan ketertarikan China untuk bekerja sama dengan berusaha memperngaruhi kebijakan China agar lebih moderat. Oleh sebab itu kedekatan hubungan ekonomi antara China dan Indonesia harus dimanfaatkan dan memperhatikan kepentingan-kepentingan negara lain di ASEAN dan juga kepentingan Indonesia di ASEAN.
Pada bidang budaya maritime, budaya dan sikap mental masyarakat Indonesia terhadap maritim harus berubah. Karakter maritime yang berciri dinamis, egaliter, dan pantang menyerah perlu terus ditumbuh kembangkan melalui program pemerintah yang menyediakan Pendidikan berwawasan maritim baik melalui Pendidikan formal maupun informal dengan mencetak sumber daya manusia yang terampil dalam mendukung aktivitas maritim. Apabila ini terus dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan, sehingga berdampak pada perubahan sikap mental. Aspek budaya lain yang turut mendukung visi Poros Maritim Dunia adalah perubahan orientasi pembangunan dari Jawa-sentris menuju keluar-Jawa yang harus diprioritaskan pada pembangunan sentra pertumbuhan ekonomi khususnya yang berada pada daerah pesisir pantai akan menjadi pusat kegiatan sosial-budaya baru Indonesia yang dilengkapi dengan prasarana pelabuhan laut besar yang memadai agar transformasi pembangunan dapat terealisasikan lebih cepat. Kedua, ekonomi maritim, Tujuan utama pilar kedua ini adalah mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya beraspek maritim seperti perikanan, tambang minyak bumi dan batu bara serta sektor pariwisata. Terlepas dari itu, perlunya fasilitas pelabuhan yang memadai dengan dilengkapi dengan teknologi sehingga sanggup bersaing dan menyesuaikan diri dengan kecanggihan teknologi abad ke-21. Hal tersebut akan menentukan besaran nilai tambah yang bisa didapat Indonesia. Serta Indonesia perlu menyelaraskan terwujudnya kerja sama bilateral dalam mengeksploitasi sumber daya alam dan sumber daya olahan secara optimal dan ramah lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya modal dari China. Ketiga, konektivitas maritime, kebijakan One Belt, One Road berarti perlintasannya hanya akan melewati perairan di Selat Malaka yang telah didominasi Singapura sebagai entreport dari dan dan ke Asian Tenggara. Indonesia perlu berencana untuk mampu mengimbangi Singapura dalam memanfaatkan satu rute gemuk yang melewati Selat Malaka dan Laut Sulawesi. Rute pelayaran domestik juga harus mengoptimalkan konektivitas orang dan barang diseluruh pusat perekonomian. Jika melihat rencana pembangunan deep sea port di Kuala Tanjung, Jakarta, Surabaya, Makassar, dan Sorong, ada beberapa wilayah di Indonesia yang belum terjangkau dengan rute pelayaran pendukung seperti di wilayah Pontianak, Bengkulu, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Gorontalo. Manakala dukungan pemerintah pusat memiliki keterbatasan maka peran paradiplomasi pemerintah daerah diperlukan untuk mempromosikan infrastruktur transportasi maritim di daerahnya. Pemerintah daerah dengan otoritas yang diberikan pemerintah pusat dapat mengatur terwujudnya investasi asing ke daerahnya. Tujuan dilakukannya diplomasi di dunia internasional adalah untuk memenuhi ataupun memperjuangkan kepentingan nasional Indonesia.
Keempat, diplomasi maritime, dalam menghadapi permasalahan kemaritiman yaitu masalah penyelundupan, illegal fishing, perbatasan dan sengketa wilayah, Indonesia harus merevitalisasi dengan politik luar negeri bebas dan aktif  yang dimaknai dengan lebih cerdas, arif dan bijaksana agar bisa mendapt manfaat ganda di bidang ekonomi dan pertahanan. Bebas dan aktif diartikan sebagai kebebasan Indonesia untuk membangun alignment dengan negara manapun atau memilih untuk non-alignment dengan negara manapun. Diplomasi maritim juga menuntut kepiawaian diplomat Indonesia untuk menyinergikan tiga kelompok kepentingan secara stimulan, yaitu : kepentingan ASEAN, kepentingan Indonesia, dan kepentingan kekuatan besar. Kelima, keamanan maritim tidak lepas dari masalah kerawanan di laut. Keamana maritime ini dilakukan dengan sistem keamanan bersama yang idealnya bersifat inklusif yang melibatkan seluruh negara ysng berkepentingan dengan Leading-sector-nya yang menguasai wilayah laut yang diawasi. Pelibatan militer asing dalam masalah keamanan di perairan Indonesia akan menuntut keberadaan protokol dan instrument interoperability yang memadai. Kemitraan bidang pertahanan Indonesia dengan China harus dibangun dalam konteks menegakkan perdamaian dunia dan mendukung eksistensi dan visi masing-masing negara. Saran pertahanan produksi China yang dianggap memiliki daya tangkal yang tinggi diantaranya adalah : Kapal selama bertenaga diesel, kapal perang kelas destroyer, rudal balistik antar benua, dan rudal balistik dari kapal selam.
Adapun konsekuaensi dari kebijakan yang ditawarkan China dalam jangka panjang dikhawatirkan Indonesia akan berada dibawah dominasi China, akibat banjirnya barang-barang China yang menggunakan infrastruktur tersebut dan dijual dengan harga murah sehingga mematikan produksi dalam negeri. Untuk itu pemerintah harus menggunakan hubungan ekonomi dengan China secara strategis, terutama untuk menunjang industri dalam negeri. Jalur Sutra Maritim diposisikan sebagai salah satu sarana bagi Indonesia dalam dalam mencapai visi Poros Maritim Dunia, bukan berarti tanpa Jalur Sutra Maritim maka Poros Maritim Dunia tidak akan tercapai. Jalur Sutra Maritim hanyalah fasilitator untuk megakselerasi terwujudnya Poros Maritim Dunia. Peyelarasan kedua konsep akan membuka lebih lebar akses pasar domestic terhadap pasar China. Jika industry domestic Indonesia tidak kompetitif, penyelarasan kedua konsep justru merugikan perekonomian Indonesia. Sebaliknya, bagi industri nasional yang memiliki daya saing, penyelarasan dua konsep tersebut justru akan membuka peluang meningkatkan penjualan secara signifikan. Bukan saja ke pasar China, namun juga ke pasar-pasar luar negeri yang memiliki konektivitas dari Jalur Sutra Maritim, seperti ke Amerika, Asia Selatan, Timur Tengah, Eropa, dan Afrika.
Menurut penulis kekeliruan identitas bangsa mengenai kemaritiman telah sejak lama terpatri di kalangan masyarakat. Pemerintahan Jokowi saat sedang berusaha mengembalikan jati diri bangsa yang pernah suksek pada masa majapahit dan sriwijaya. Keseriusan ini diwujudkan dengan cetusan kebijakan Poros Maritim Dunia serta kerja sama dengan negara China terkait Jalur Sutra Maritim yang di gadang-gadang akan memberikan keuntungan untuk percepatan pembangunan infrastruktur di jalur lintas pelayaran Jalur Sutra Maritim. Namun terkait dari itu ada beberapa yang harus diperhatikan pemerintahan Indonesia disamping keuntungan yang didapat. Misalnya konsep Hedging melaui Poros Maritim Dunia serta lima pilar yang terkandung didalam nya harus benar-benar matang dari berbagai segi. Kemudian terkait mengenai kemungkinan terburuk apabila Jalur Sutra Maritime tidak terealisasi Indonesia harus mempersiapkan diri melalui kemandirian bangsa bisa melalui pengingkaran mutu sumber daya manusia yang terampil, perbaikan kualitas prodak yang dihasilkan, dan peningkatan teknologi yang berdampak pada minimalisasi ongkos dan biaya produksi. Sehingga barang maupun jasa Indonesia yang di ekpor dapat bersaing dengan negara lain.
      Jalur Sutra Maritim bukan satu-satunya tumpuan yang dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian bangsa Indonesia. Menurut penulis, hanya karena China sekarang ini memiliki kekuatan yang seimbang yang menyenangkan banyak nengara tertarik bekerjasama dengan keuntungan-keuntungan yang dijanjian. Indonesia harus berhati-hati dalam menemukan setiap kebijakan dengan berkaca mengenai permasalahan China yang masih belum selesai dengan negara-negara tetangga Indonesia, sehingga perlu mengkaji ulang mengenai kebijakan Jalur Sutra Maritim milik China.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PELAJARAN BERHARGA DARI LEPASNYA SI KEMBAR CANTIK “SIPADAN-LIGITAN”

Reklamasi Singapura sebagai Potensi Konflik Terhadap Batas Wilayah Indonesia-Singapura