POROS MARITIM DUNIA (PMD) SEBAGAI KONSEP HEDGIN BANGSA INDONESIA
POROS MARITIM DUNIA (PMD) SEBAGAI KONSEP HEDGING BANGSA INDONESIA
Poros Maritim Dunia yang
dicanangkan Pemerintahan Presiden Jokowi merupakan visi strategis dalam konteks
geopolitik Indonesia dengan tujuan (ends)
menjadikan Indonesia sebagai kekuatan maritim yang besar dan disegani. Yaitu
negara yang mampu memanfaatkan sektor maritimnya demi kepentingan nasional.
Meski demikian, membangun Poros Maritim Dunia adalah proyek besar yang perlu
dukungan semua elemen bangsa sehingga perlu turunan end di tingkat operasional pada satuan-satuan pelaksana pemerintah.
Geoffrey Till dalam bukunya
Seapower menjelaskan bahwa dalam konteks seapower,
kebijakan nasional merupakan asal dari kebijakan luar negeri, ekonomi, dan
pertahanan yang akhirnya mengerucut pada kekuatan maritim suatu negara, baik
sektor sipil maupun militer. Seiring dengan dinamika Hubungan Internasional,
instrument ini bertambah yang mana informasi, hukum, keuangan, dan intelejen
termasuk bagian dari alat kekuatan nasional. Kesemuanya ini digunakan untuk
mencapai visi Poros Maritim Dunia, yang pada akhirnya ditujukan untuk
pencapaian kepentingan nasional.
Dalam mencapai tujuan besar
tersebut, Indonesia harus mampu memanfaatkan persaingan politik internasional
dikawasan Indo-Pasifik dengan memilih opsi dengan konsep Hedging yaitu merangkul dua kekuatan besar yang saling
bersaing sehingga dapat mengambil
keuntungan dari dua kekuatan besar tersebut yaitu Amerika Serikat dengan China
bagi kepentingan nasional. Agenda pembangunan untuk mewujudkan Poros Maritim Dunia
ini memiliki lima pilar yaitu budaya maritim, ekonomi maritim, konektivitas,
diplomasi, dan keamanan maritim.
SINERGI POROS MARITIM DUNIA DAN
JALUR SUTRA MARITIM ABAD KE-21
Sinergi Poros Maritim Dunia dan
Jalur Sutra Maritim dilihat dari persamaan kepentingan China dan Indonesia
yaitu Jalur Sutra Maritim China bukan merupakan alturisme (kebaikan hati untuk
membantu negara-negara lain), namun dibuat untuk memenuhi kepentingan politik,
ekonomi dan pertahanan China. Selain keuntungan memanfaatkan kekayaan
Indonesia, China juga ingin meningkatkan pasar bagi produk-produknya yang
didukung dengan kebijakan bebas bea (free
trade area) antara China dengan negara-negara yang tergabung di blok
ekonomi tersebut.
Keuntungan yang didapat Indonesia
dari regionalism China salah satunya adalah kebutuhan Indonesia terhadap
investasi di jalur perdagangan antar pulau Indonesia, yang sering disebut
dengan konsep tol laut. Mengingat
kondisi infrastuktur yang kurang memadai dan tingginya biaya logistic,
menyebabkan produk Indonesia kalah bersaing di pasar internasional. Masalah
transportasi juga berdampak pada ketidakseimbangan pembangunan, sehingga perlu
bagi pemerintah untuk menata keseimbangan pembangunan infrastruktur maritime
antara sektor barat, tengah, dan timur Indonesia. Sedangkan pembangunan
infrastruktur di daerah yang lebih maju akan diarahkan melalui mekanisme B-2-B
(business to business) yang
menghendaki investor asing lebih dominan dalam melaksanakan pembangunan
infrastruktur didaerah yang lenih maju, seperti pembangunan sistem kereta cepat
antara Jakarta dan Bandung.
Fakta yang harus disadari adalah
selama ini infrastruktur kelautan Indonesia masih belum efektif dan efisien,
maka potensi pariwisata Indonesia Timur yang begitu besar tetap tidak bisa
dibangun secara optimal. Lalu lintas kapal pesiar yang mampu menyinggahi dan
bermalam di objek-objek pariwisata seperti Bunaken, Raja-Ampat, Sangir-Talaud,
Senggigi, hingga Madura masih sangat terbatas. Sehingga perlu pembangunan
sentra pariwisata yang membutuhkan perencanaan yang komfrehensif yang
melibatkan berbagai instansi. Sarana dan prasarana yang belum memadai dapat
dijadikan objek investasi asing ke sentra pariwisata di Indonesia.
Tawaran kerja sama China melalui
visi Jalur Sutra Maritim harus dapat menguntungkan Indonesia (bukan kepentingan
kelompok), dimana pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa dipercepat melalui
penguatan transportasi laut dan investasi didaerah-daerah tertinggal untuk
menunjang tol laut tersebut. Sementara China memanfaatkan investasi asing untuk
meningkatkan pembangunan ekonominya, menciptakan iklim pro-bisnis yang semakin
memikat perusahaan asing untuk berinvestasi yang pada gilirannya memperkuat
ekonomi domestiknya.
Namun semua tawaran kerja sama dari
China perlu dipertimbangkan matang-matang akan dampaknya bagi posisi strategis
maritime Indonesia. Terutama tentang ASEAN, Indonesia harus mengambil sikap
tegas tentang permasalahan negara-negar ASEAN yang bersengketa dengan China.
Leifer berpendapat bahwa perubahan kebijakan luar negeri Indonesia yang lebih
membuka diri untuk kerja sama dengan China belum dapat menghilangkan luka
sejarah atas perilaku ekspansionis China (di abad ke 13 dan 15) dan
keterlibatan China dan komunisme di era Orde Lama. Kerja sama dengan China
bersifat tidak jelas (uncentainty),
sebagai wujud adanya ketakutan nasional. China dianggap sebagai negara
revisionis (atas wilayah territorial) yang tidak dapat dipercaya dan suatu saat
akan memanfatkan keuatan militermua dalam mencapai kepentingan nasionalnya.
Sengketa Laut China Selatan adalah wujud dari perilaku ekspansionis china yang
berpotensi untuk meledak menjadi konflik besar dan timbulnya konflik berskal
regional di kawasan ASEAN.
Saat ini Indonesia memilih untuk
menjadi non-claimant state di Laut
China Selatan dan cenderung tidak ikut campur. Sikap ini seakan membiarkan api
dalam sekam. Jika Indonesia terkesan tidak memperhatikan lepentingan
negara-negara ASEAN, kerja keras Indonesia selama ini untuk membangun ASEAN
akan sia-sia . ASEAN akan terpecah , dan kekuatan besar akan segera mendominasi
politik di Asia Tenggara. Padahal inti kebijakan luar negeri ASEAN selama ini
adalah bebas dari persaingan antara negara-negara adikuasa dan tempat bagi
Indonesia untuk memproyeksi kekuasaannya. Perilaku China di Laut China Selatan ini
berpotensi membuat peran ASEAN semakin tidak relevan, akibat ketergantungan
negara-negara tetangga Indonesia kepada negara kuat di luar ASEAN (baca :
Amerika Serikat dan China).
Itulah sebabnya, Indonesia harus
kritis melihat sikap asertif China di Laut China Selatan mengingat posisi
geografisnya yang unik, dan harus memiliki wawasan maritime dalam membuat
kebijakan startegis agar Indonesia bisa tetap disegani dan terus berperan dalam
menjaga perdamaian kawasan. Sehingga
perlu penguatan militer yang akan membuat upaya penyelesaian konflik
kepentingan dengan negara lain dengan cara diplomasi akan semakin efektif.
Indonesia bisa memanfaatkan
ketertarikan China untuk bekerja sama dengan berusaha memperngaruhi kebijakan
China agar lebih moderat. Oleh sebab itu kedekatan hubungan ekonomi antara
China dan Indonesia harus dimanfaatkan dan memperhatikan
kepentingan-kepentingan negara lain di ASEAN dan juga kepentingan Indonesia di
ASEAN.
Pada bidang budaya maritime, budaya dan sikap mental masyarakat Indonesia terhadap
maritim harus berubah. Karakter maritime yang berciri dinamis, egaliter, dan
pantang menyerah perlu terus ditumbuh kembangkan melalui program pemerintah
yang menyediakan Pendidikan berwawasan maritim baik melalui Pendidikan formal
maupun informal dengan mencetak sumber daya manusia yang terampil dalam
mendukung aktivitas maritim. Apabila ini terus dilakukan secara konsisten dan
berkesinambungan, sehingga berdampak pada perubahan sikap mental. Aspek budaya
lain yang turut mendukung visi Poros Maritim Dunia adalah perubahan orientasi
pembangunan dari Jawa-sentris menuju keluar-Jawa yang harus diprioritaskan pada
pembangunan sentra pertumbuhan ekonomi khususnya yang berada pada daerah
pesisir pantai akan menjadi pusat kegiatan sosial-budaya baru Indonesia yang
dilengkapi dengan prasarana pelabuhan laut besar yang memadai agar transformasi
pembangunan dapat terealisasikan lebih cepat. Kedua, ekonomi maritim, Tujuan utama pilar kedua ini adalah mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya beraspek maritim seperti perikanan, tambang minyak bumi
dan batu bara serta sektor pariwisata. Terlepas dari itu, perlunya fasilitas
pelabuhan yang memadai dengan dilengkapi dengan teknologi sehingga sanggup
bersaing dan menyesuaikan diri dengan kecanggihan teknologi abad ke-21. Hal
tersebut akan menentukan besaran nilai tambah yang bisa didapat Indonesia.
Serta Indonesia perlu menyelaraskan terwujudnya kerja sama bilateral dalam
mengeksploitasi sumber daya alam dan sumber daya olahan secara optimal dan
ramah lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya modal dari China. Ketiga, konektivitas maritime, kebijakan One Belt, One Road berarti
perlintasannya hanya akan melewati perairan di Selat Malaka yang telah
didominasi Singapura sebagai entreport dari
dan dan ke Asian Tenggara. Indonesia perlu berencana untuk mampu mengimbangi
Singapura dalam memanfaatkan satu rute gemuk yang melewati Selat Malaka dan
Laut Sulawesi. Rute pelayaran domestik juga harus mengoptimalkan konektivitas
orang dan barang diseluruh pusat perekonomian. Jika melihat rencana pembangunan
deep sea port di Kuala Tanjung,
Jakarta, Surabaya, Makassar, dan Sorong, ada beberapa wilayah di Indonesia yang
belum terjangkau dengan rute pelayaran pendukung seperti di wilayah Pontianak,
Bengkulu, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara,
dan Gorontalo. Manakala dukungan pemerintah pusat memiliki keterbatasan maka
peran paradiplomasi pemerintah daerah diperlukan untuk mempromosikan
infrastruktur transportasi maritim di daerahnya. Pemerintah daerah dengan otoritas
yang diberikan pemerintah pusat dapat mengatur terwujudnya investasi asing ke
daerahnya. Tujuan dilakukannya diplomasi di dunia internasional adalah untuk
memenuhi ataupun memperjuangkan kepentingan nasional Indonesia.
Keempat, diplomasi maritime, dalam menghadapi permasalahan kemaritiman yaitu
masalah penyelundupan, illegal fishing, perbatasan dan sengketa wilayah,
Indonesia harus merevitalisasi dengan politik luar negeri bebas dan aktif yang dimaknai dengan lebih cerdas, arif dan
bijaksana agar bisa mendapt manfaat ganda di bidang ekonomi dan pertahanan.
Bebas dan aktif diartikan sebagai kebebasan Indonesia untuk membangun alignment dengan negara manapun atau
memilih untuk non-alignment dengan
negara manapun. Diplomasi maritim juga menuntut kepiawaian diplomat Indonesia
untuk menyinergikan tiga kelompok kepentingan secara stimulan, yaitu :
kepentingan ASEAN, kepentingan Indonesia, dan kepentingan kekuatan besar. Kelima,
keamanan maritim tidak lepas dari
masalah kerawanan di laut. Keamana maritime ini dilakukan dengan sistem
keamanan bersama yang idealnya bersifat inklusif yang melibatkan seluruh negara
ysng berkepentingan dengan Leading-sector-nya
yang menguasai wilayah laut yang diawasi. Pelibatan militer asing dalam masalah
keamanan di perairan Indonesia akan menuntut keberadaan protokol dan instrument
interoperability yang memadai. Kemitraan bidang pertahanan Indonesia dengan
China harus dibangun dalam konteks menegakkan perdamaian dunia dan mendukung
eksistensi dan visi masing-masing negara. Saran pertahanan produksi China yang
dianggap memiliki daya tangkal yang tinggi diantaranya adalah : Kapal selama
bertenaga diesel, kapal perang kelas destroyer, rudal balistik antar benua, dan
rudal balistik dari kapal selam.
Adapun konsekuaensi dari kebijakan
yang ditawarkan China dalam jangka panjang dikhawatirkan Indonesia akan berada
dibawah dominasi China, akibat banjirnya barang-barang China yang menggunakan
infrastruktur tersebut dan dijual dengan harga murah sehingga mematikan
produksi dalam negeri. Untuk itu pemerintah harus menggunakan hubungan ekonomi
dengan China secara strategis, terutama untuk menunjang industri dalam negeri.
Jalur Sutra Maritim diposisikan sebagai salah satu sarana bagi Indonesia dalam
dalam mencapai visi Poros Maritim Dunia, bukan berarti tanpa Jalur Sutra
Maritim maka Poros Maritim Dunia tidak akan tercapai. Jalur Sutra Maritim
hanyalah fasilitator untuk megakselerasi terwujudnya Poros Maritim Dunia.
Peyelarasan kedua konsep akan membuka lebih lebar akses pasar domestic terhadap
pasar China. Jika industry domestic Indonesia tidak kompetitif, penyelarasan
kedua konsep justru merugikan perekonomian Indonesia. Sebaliknya, bagi industri
nasional yang memiliki daya saing, penyelarasan dua konsep tersebut justru akan
membuka peluang meningkatkan penjualan secara signifikan. Bukan saja ke pasar
China, namun juga ke pasar-pasar luar negeri yang memiliki konektivitas dari
Jalur Sutra Maritim, seperti ke Amerika, Asia Selatan, Timur Tengah, Eropa, dan
Afrika.
Menurut penulis kekeliruan identitas
bangsa mengenai kemaritiman telah sejak lama terpatri di kalangan masyarakat.
Pemerintahan Jokowi saat sedang berusaha mengembalikan jati diri bangsa yang
pernah suksek pada masa majapahit dan sriwijaya. Keseriusan ini diwujudkan
dengan cetusan kebijakan Poros Maritim Dunia serta kerja sama dengan negara
China terkait Jalur Sutra Maritim yang di gadang-gadang akan memberikan keuntungan
untuk percepatan pembangunan infrastruktur di jalur lintas pelayaran Jalur
Sutra Maritim. Namun terkait dari itu ada beberapa yang harus diperhatikan pemerintahan
Indonesia disamping keuntungan yang didapat. Misalnya konsep Hedging melaui Poros
Maritim Dunia serta lima pilar yang terkandung didalam nya harus benar-benar
matang dari berbagai segi. Kemudian terkait mengenai kemungkinan terburuk
apabila Jalur Sutra Maritime tidak terealisasi Indonesia harus mempersiapkan
diri melalui kemandirian bangsa bisa melalui pengingkaran mutu sumber daya
manusia yang terampil, perbaikan kualitas prodak yang dihasilkan, dan peningkatan
teknologi yang berdampak pada minimalisasi ongkos dan biaya produksi. Sehingga barang
maupun jasa Indonesia yang di ekpor dapat bersaing dengan negara lain.
Jalur Sutra Maritim bukan satu-satunya tumpuan
yang dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian bangsa Indonesia. Menurut
penulis, hanya karena China sekarang ini memiliki kekuatan yang seimbang yang menyenangkan
banyak nengara tertarik bekerjasama dengan keuntungan-keuntungan yang dijanjian.
Indonesia harus berhati-hati dalam menemukan setiap kebijakan dengan berkaca
mengenai permasalahan China yang masih belum selesai dengan negara-negara tetangga
Indonesia, sehingga perlu mengkaji ulang mengenai kebijakan Jalur Sutra Maritim
milik China.
Komentar
Posting Komentar